Cerpen Orang Gila yang Waras

(Source: google.com)



ORANG GILA YANG WARAS
Oleh: Momoy

Gofar melihatku dari kejauhan yang tengah duduk di warung Bu Slamet sambil menikmati secangkir kopi dan sebatang Gudang Garam. Tampaknya, lelaki dengan pakaian compang-camping, sobek sana sobek sini itu akan mulai lagi berbicara hal-hal di luar akal sehatku.
"Kopi satu, rokok sebatang," pesan Gofar yang sambil cengengesan yang lalu duduk di sampingku.

Lelaki berambut acakadul tersebut benar-benar misterius. Tidak, dia tidak gila. Aku yakin dia tidak gila, dari sisi mana pun aku memandangnya, dia tidaklah gila. Yang ada, akulah yang gila karena menganggapnya gila. Tapi, yang selalu membuatku heran kepada Gofar ialah karena dirinya memiliki ilmu yang tinggi. Segala macam topik pernah dia tuturkan kepadaku, mulai dari politik, ilmu kanuragan, musik, sastra, dan bahkan ilmu agama.

"Ini rokoknya."

Gofar mengambil sebatang rokok dari tangan Bu Slamet, lantas membakarnya. Lelaki itu menyesap rokok beberapa kali, begitu menikmati hingga ia terbatuk-batuk.

"Kalau nggak bisa ngerokok itu jangan ngerokok, Far." Aku mulai membuka mulut setelah kopi kusesap dan tersisa hampir setengah gelas bermotif bunga-bunga.

"Kamu pernah sakit perut waktu makan tidak?" Gofar mulai membalas sambil menatap diriku yang keheranan dengan pertanyaannya.

"Ya, pernalah. Namanya juga perut."

"Nah, berarti kamu tidak cocok untuk makan," katanya semakin membuat otakku dililit bingung dan kalut yang luar biasa.

"Tapi ... tidak bisa begitu, dong, Far--"

"Sekarang saya tanya sama kamu. Kamu mengerti tidak kenapa kamu makan? Untuk apa kamu makan? Apa yang kamu cari dari makan sehari-hari itu?" cecar Gofar dengan seribu satu pertanyaan yang bagiku cukup mudah untuk dijawab.

"Lha, kita makan itu untuk kenyang, karena tubuh kita membutuhkan makanan untuk bisa hidup," jawabku dengan sangat yakin bahwa jawaban yang kuberikan cukup untuk membuat Gofar tidak bertanya dan menyangkal lagi.

"Burhan. Tubuh kita itu memang butuh makan, tapi tidak butuh kenyang. Tubuh kita itu kuat. Yang kita cari dalam aktivitas makan itu adalah nikmat, bersyukur dalam rangka menghormati Tuhan yang sudah menciptakan makanan itu. Kamu tidak perlu kenyang, tapi jangan sampai lapar," jelas Gofar panjang lebar.

"Gimana, sih? Saya bisa gila kamu buat berpikir, Far. Kalimat-kalimatmu itu tidak bisa saya cerna dengan baik."

"Justru itu, kita harus berpikir gila karena gila itu umum. Jangan menganggap orang gila itu adalah orang yang gangguan mental. Gila itu adalah hakekat manusia. Segala apa yang kita sukai adalah hasil dari kegilaan kita. Sebab gila itu ada rasa. Kalau kamu tidak merasa gila, berarti kamu tidak waras." Diseruput kopi miliknya oleh Gofar hingga tandas. "Saya ini memang gila, tapi berbeda. Saya orang gila yang waras."

Seketika Gofar membuatku bergeming dan ia pergi meninggalkanku tanpa membayar rokok dan kopi yang ia pesan.

"Saya lagi yang bayar."

Tentang Penulis

Imron Rosyadi yang bernama pena Momoy adalah seorang penulis sekaligus pemimpin redaksi di sebuah penerbit. Penulis yang terkenal dengan karya bukunya berjudul Paradoks Waktu ini mulai menulis di usia 15 tahun. Sampai saat ini, penulis sudah melahirkan 3 buku cetak dan beberapa ebook. Menulis karya dalam berbagai genre, termasuk fantasi dan horor, dan terutama romansa.
Kritik dan saran ke penulis melalui akun media sosial:
Ig: @momoy_official_

Marion D'rossi

Marion D’rossi, lahir pada 1 Januari 1995, adalah seorang penulis yang sejak kecil memiliki kecintaan mendalam terhadap dunia sastra. Ia telah menelurkan karya-karya dalam berbagai genre, mulai dari drama hingga petualangan, tetapi genre favoritnya adalah Thriller dan Fantasi, yang memungkinkan imajinasinya berkembang tanpa batas. Marion percaya bahwa setiap cerita memiliki kekuatan untuk menginspirasi, menghibur, dan membawa pembaca ke dunia yang penuh kejutan. Selain menulis, Marion juga berperan sebagai Manajer IT di MS Stories, sebuah platform modern yang menghubungkan penulis dan pembaca melalui novel digital. Di tengah kesibukannya, ia tetap menyempatkan waktu untuk mengasah keterampilan menulis, berinteraksi dengan komunitas sastra, dan membangun dunia imajinatif yang memikat. Bagi Marion, menulis bukan hanya profesi, tetapi juga cara untuk meninggalkan jejak dalam perjalanan hidup.

Posting Komentar

Bijaklah dalam berkomentar. Gunakan kata-kata yang sopan karena kita adalah bangsa yang beradab.

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak