(Source: google.com)
TEPAT SASARAN YANG SALAH
Oleh: Momoy
Sudah kubilang si Acok itu sangat kurang ajar kepada orang tuanya, tapi orang-orang mengatakan aku ini terlalu mengurusi hidup orang lain. Ya, terserahlah kalau begitu. Yang penting aku sudah mengatakan kebenaran itu, aku sudah menyampaikannya kepada kawan-kawan sekalian. Mau diterima, ya, syukur. Tidak, ya, silakan saja.
Begini penjelasanku tentang si Acok. Tapi janji, ya, dengarkan aku baik-baik. Jangan bertanya ini dan itu dulu sebelum aku selesai menceritakan kekurangajaran si Acok itu.
Ahem.
Di suatu hari, si Acok ketemuan dengan gebetan yang sudah lama sekali dia incar dan terus hubungi melalui ponsel. Padahal, si Acok ini masih kelas 1 SMA, tapi dia sudah berani main cewek. Oh, tidak heran juga karena remaja di zaman sekarang sudah hidup enak. Main ponsel bukan hal yang langka lagi di generasi ini. Kita dulu, boro-boro bisa pegang ponsel, main kelereng pun sudah syukur bisa bikin hati bahagia.
Si Acok sesuai pengamatanku, dia bocah bandel yang kerjanya bolos sekolah terus tiap hari. Tiap pagi aku selalu melihat bocah berambut standing itu nongkrong di warung Bu Sunikem. Lebih parahnya lagi, bocah itu merokok dan ngopi. Ini belum terlalu parah, tapi aku pernah melihat si Acok minum minuman keras. Tuak. Ya, bersama dengan teman-temannya dari berbagai penjuru, secara terang-terangan si Acok berkumpul di warung Bu Sunikem dan menikmati tuak yang memabukkan.
Lha, aku hanya bisa menggeleng heran dengan anak-anak sekolah di zaman ini. Bukannya cari ilmu yang banyak, mereka malah menghabiskan waktu dengan hal-hal yang membuat malaikat mencatat dosa-dosanya.
"Sayang, kamu minum juga, ya," ucap si Acok pada suatu pagi, memaksa gadis yang pertama bertemu dengannya itu. Entahlah, mungkin menurutku saja mereka baru pertama bertemu. Dari percakapan mesranya itu, sih, sepertinya mereka sudah berpacaran.
"Nggak." Si gadis lantas tidak mau. Oh, Acok! Setelah kau paksa anak gadis orang minum minuman laknat itu, lalu mau kau apakan dia? Apa kau mau menelanjangi gadis itu nanti saat dia mabuk dan tidak sadar? Jangan, Acok! Kau bisa mati dikebiri sama orang tua si gadis. Kau bisa terjerat hukum pidana dan hancurlah masa depanmu.
"Minum, Setan!"
Sudah kubilang si Acok itu anaknya tidak santai. Kalau kemauannya tidak dituruti, maka dia akan keras dan bahkan melakukan sesuatu yang paling buruk pada orang lain.
Bosan melihat si Acok dengan tingkahnya yang kesetanan itu, aku berlalu pergi. Oh, aku tak mau mengadukan dia ke orang tuanya, biarlah saja mereka tahu sendiri nanti.
Di lain kesempatan, aku pernah mendengar si Acok bertengkar dengan ayah dan ibunya. Ya, itu karena rumah kami saling berdekatan. Di sela-sela keributan itu, aku menyaksikan pertarungan sengit itu dari balik kaca jendela.
"Anak setan!" pekik Pak Badrul selaku ayah si Acok.
Kalau dia anak setan, berarti Pak Badrul juga setan, dong? Kan dia ayahnya. Terus ibunya juga setan? Kakek dan neneknya pun setan? Aku hanya tersenyum mendengar peperangan mereka.
"Dasar ayah iblis!" Kudengar si Acok membalas.
Wah, ini pertengkaran adu mulut tersengit yang pernah aku dengar. Bagaimana tidak? Pak Badrul mengatai anaknya setan, sedangkan si Acok mengatai ayahnya iblis. Nah, itu masih serumpun. Ah, tapi memang sama-sama setan.
Sebenarnya tidak pantas kedua manusia yang diciptakan Tuhan tanpa pernah susah memikirkan ekonomi itu bertengkar. Sebab, mereka sama-sama berlagak setan di luar. Ya, aku pernah melihat Pak Badrul bersama janda kembang di kampung sebelah. Oh, awalnya aku berpikir Pak Badrul hanya berteman dengan janda itu. Setelah aku telusuri, ternyata mereka berpacaran, dan Pak Badrul telah mengkhianati cinta Bu Manah. Kelakuan sama, tapi kok bisa berbenturan? Aku heran.
Di lain waktu, si Acok pernah kebingungan dan meminta saran padaku.
"Pak Sabri, dukun yang sakti di kampung kita siapa?" tanya si Acok.
Gila ini bocah. Masih kecil udah main dukun. Mau apa dia sama dukun? Mau minta ilmu pelet? Aku, sih, tetap positif saja. Mungkin si Acok mau berobat.
"Ada. Mbah Suyatno itu sakti."
"Mau anterin saya, Pak? Nanti saya kasih persekot."
Masih kecil udah main sogok-sogokan. Tapi lumayan juga buat beli beras dan rokok kretek.
Akhirnya, aku menemani si Acok ke Mbah Suyatno tanpa tahu dia mau ngapain dengan dukun sakti itu.
"Masuk!"
Ternyata Mbah Suyatno sudah tahu kedatangan kami. Dukun mujarab memang. Dengan hati-hati aku dan Acok duduk di hadapan si Mbah yang entah sedang melakukan apa. Yang jelas dia membakar kemenyan dan asapnya membuatku batuk-batuk.
"Apa keluhanmu?"
"Begini, Mbah. Hape saya hilang. Mbah bisa carikan saya nggak? Kalau bisa, misalnya kalau hape itu dicuri, kirim aja santet ke orangnya, Mbah." Begitulah kata si Acok.
Tanpa menjawab, si Mbah langsung saja melaksanakan apa yang harusnya dilakukan. Manusia brewokan berambut gondrong itu komat-kamit membaca mantra. Bulu kuduk sampai bulu kemaluanku sudah berdiri dibuat si Mbah. Mungkin bantuan-bantuan gaibnya sudah berkumpul di sekitar kami dan siap menyelidiki pelaku pencurian hape si Acok.
"Sudah." Si Mbah membuka matanya. "Nanti hapemu akan kamu temukan dan orangnya akan merasa kepanasan."
"Makasih, Mbah." Si Acok menyalami Mbah Suyatno dan memberikan tiga lembar uang kertas seratus ribuan.
Kami pulang dari kediaman Mbah Suyatno. Sampai di rumah, kejadian yang memedihkan hati si Acok tiba-tiba menikamnya tanpa belas kasihan. Si Acok disayat-sayat kenyataan. Dunia bagai meremas dadanya, menindih tubuhnya.
Si Acok memang manusia laknat. Teganya dia membunuh ayahnya sendiri. Aku pun tahu siapa yang sebenarnya telah mencuri hape si Acok. Ya, ternyata Pak Badrul, ayah si Acok sendiri.
Sekarang Pak Badrul terkulai lemah tidak bernyawa. Kata Pak Kiyai, Pak Badrul kena santet.
Mampus kau, Acok. Salah sasaran. Seharusnya kau coba ikhlas saja atas kehilangan benda laknatmu itu. Sekarang apa yang hilang darimu tidak bisa dikembalikan lagi.
Acok menangis tersedu.
Tentang Penulis
Imron Rosyadi yang bernama pena Momoy adalah seorang penulis sekaligus pemimpin redaksi di sebuah penerbit. Penulis yang terkenal dengan karya bukunya berjudul Paradoks Waktu ini mulai menulis di usia 15 tahun. Sampai saat ini, penulis sudah melahirkan 3 buku cetak dan beberapa ebook. Menulis karya dalam berbagai genre, termasuk fantasi dan horor, dan terutama romansa.Kritik dan saran ke penulis melalui akun media sosial:Ig: @momoy_official_