Goes International, Film Adaptasi Novel Seperti Dendam, Rindu Harus Dibayar Tuntas Tayang Di Festival Film Kelas Dunia


Nama Eka Kurniawan dalam kancah literasi Indonesia tentu begitu familiar di telinga. Penulis novel Cantik Itu Luka tersebut terkenal dengan gaya penulisannya yang nyentrik dengan mengangkat isu-isu tak biasa dalam setiap novelnya.

Salah satu novel Eka Kurniawan yang cukup kontroversial adalah Seperti Dendam, Rindu Harus Dibayar Tuntas. Pasalnya, dalam novel tersebut Eka Kurniawan membahas perihal seks, kekerasan, dan kediktatoran melalui tokoh utama Ajo Kawir seorang berandal yang punya masalah impotensi. Eka menggambarkan detail setiap perkara dalam novelnya dengan cukup gamblang namun penuh makna mendalam.

Novel rilisan tahun 2014 tersebut, menarik perhatian sutradara Edwin sebab gaya cerita Eka yang begitu filosofis dan menggugah minat baca. Hingga pada akhirnya, di bawah arahannya, novel tersebut diadaptasi ke dalam bentuk film yang kini tengah merambah ke  pasar internasional dengan judul "Vengeance Is Mine. All Others Pay Cash."

Film Vengeance is Mine tersebut akan tayang perdana pada Locarno International Film Festival, Minggu 8 Agustus 2021 dan Toronto International Film Festival bulan September mendatang.

Dalam sebuah wawancara bersama Hollywood reporter, Edwin menyampaikan pandangannya mengenai film Vengeance is Mine All Others Pay Cash.

"Impotensi adalah hal yang sangat akrab. Itu dianggap lebih menakutkan daripada kanker atau HIV, bahkan lebih menakutkan dari semua jenis hantu. Kekerasan terhadap perempuan atau jenis kekerasan lain dianggap sesuatu yang dapat dimaafkan ketika Anda tahu pria itu frustrasi dengan ketidakmampuannya," ujarnya seperti dikutip melalui Hollywoodreporter.com pada Sabtu(7/8/2021).

Edwin juga mengatakan bahwa cerita dengan latar belakang tahun 1980 hingga 1990-an yang kental akan budaya kekerasan dan balas dendam tersebut adalah metafora dari traumatisasi Indonesian di bawah kediktatoran rezim pada masanya.

"Konsep kekerasan dan balas dendam masih, secara tidak sadar, sangat dalam di budaya kita. Tidak mudah untuk untuk benar-benar menyingkirkannya. Ada banyak undang-undang yang masih perlu dikritik dan diubah. Kita harus sangat berhati-hati untuk tidak tergelincir kembali ke dalam gagasan romantis tentang kekerasan dan balas dendam," jelas Edwin.

Posting Komentar

Bijaklah dalam berkomentar. Gunakan kata-kata yang sopan karena kita adalah bangsa yang beradab.

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak