(Source: google.com)
TERADUK PAHIT
Oleh: Momoy
Noda-noda kenang yang kau tinggalkan di setiap embus napasku, perlahan menikam saat sepi tak lagi sunyi.
Rindu-rindu itu menjadi runcing melampaui tajamnya waktu yang menusuk perih hingga aku berlirih.
Meskipun kau mengutuk, cecar memaki, aku akan selalu melukis keindahanmu dalam bait-bait puisi yang tertulis di sela-sela air mata.
Meskipun kau mengutuk, cecar memaki, aku akan selalu melukis keindahanmu dalam bait-bait puisi yang tertulis di sela-sela air mata.
Di setiap koma dan titik, antara spasi dengan kata, senyummu selalu hadir menenangkan kalbu, tetapi mata bersimbah sedih, perlahan-lahan runtuh menitik.
Setiap kali menerawang senyum dan tawa yang kau ekspresikan hanya melalui emoticon di kolom chatting, warna yang mewarni seolah menggelitik di peraduan memori yang terpantik mesin ketik.
Seolah, saat jiwaku lelah, kau satu-satunya sumber yang menghasilkan energi positif kala kesibukan adalah energi negatif yang selalu aktif.
Aku ingin kita selalu memahami, bahkan di saat-saat yang sulit untuk diatasi.
Cecar maki yang riuh di setiap akun sosmed-mu menggiring hati perlahan pada sedih tak bertepi yang terus saja meronta, merana pada asa, tak lagi mencipta tawa.
Dikau terkungkung, mendera. Kupikir kau membual menjadikanku tersangka dalam sajak yang kau ukir bersamaan dengan tawa perih, terpaksa menahan sembilu.
Kuratapi komentar demi komentar di statusmu yang sebagian memuji, sebagiannya lagi bersimpati.
Jika kau adalah gula dan aku adalah kopi, lebih baik aku tak teraduk denganmu. Aku gelap, membawamu pada sunyi, hitam, pekat.
Aku tetaplah pahit, tak perlu memaksa untuk mengubah rasaku.
Sedih dan baper :'(
BalasHapus