PERASAANMU DAN PETAKA
Oleh: Momoy
Kamu termenung di sebuah kafe, memikirkan tentang perdebatanmu dengan sang kekasih kemarin lusa. Sebuah perdebatan hebat yang pernah terjadi seumur hidupmu. Perdebatan luar biasa yang tak pernah kamu tahu akan menyebabkan benci yang berkecamuk di hati. Kamu dengan dia yang pikirannya tak pernah dapat bersatu. Bagaikan air dan api, atau mungkin bagaikan api dengan kandungan gas. Semakin kamu berpendapat, semakin hebat perdebatan.
Perasaanmu kini tidak dapat diredam hanya dengan kalimat-kalimat motivasi yang kamu tarik ulur di beranda sosial media. Air mata tumpah, membasahi relung yang kian kering, membasuh lukamu yang tak kunjung menyudahi darah yang melumer di perasaan.
Empat jam sudah kamu duduk di kafe, jam 12 malam sudah waktunya mereka tutup. Para pelayan kafe sungkan mengusir. Ini sudah waktunya mereka pulang dan menemui keluarga di rumah yang telah menanti sedari pagi.
"Saya tambah minumannya, Mas," katamu sambil masih menunduk sendu.
"Maaf, Mbak. Kami sudah tutup. Sudah waktunya kami pulang." Salah satu pelayan mengingatkan. Tujuannya agar kamu enyah dari tempat mereka.
Tanpa bersuara lagi, kamu segera beranjak, berdiri lalu mengeluarkan beberapa lembar uang untuk membayar minuman yang telah kamu habiskan.
Kini, siapa lagi tempat kamu mengistirahatkan kepalamu yang kian lama kian ingin meledak? Kini, siapa lagi yang bisa kamu pinjami pangkuannya untuk mengistirahatkan lelah? Tidak ada. Hanya sepi temanmu kini. Hanya sunyi yang menyapamu dalam gelapnya malam ini.
Kamu berjalan, melintasi keramaian yang kian pudar oleh larutnya malam. Tentu saja sambil menangis, hanya tertunduk melihat langkah. Tiap-tiap tetes air matamu berjatuhan, sesekali mengenai kaki-kakimu yang menapak tak tentu arah.
Kamu tenggelam dalam sendu.
Hari-hari yang kamu lewati mampu mengusir luka yang awalnya begitu perih, kini hilang perlahan. Tidak semata-mata hanya karena waktu, tetapi kamu mengenal seorang lelaki yang kini bisa mengembalikan senyummu. Kekasihmu sebelumnya selalu berusaha menghubungi, nyatanya kamu mungkin telah dihujani benci dan terlena olehnya.
"Hai, Nela. Lo sudah lama menunggu?"
Laki-laki yang kamu anggap menyelamatkan hidup itu menghampiri dengan membawa setangkai mawar, semerbak wangi, kamu ciumi.
"Eh, nggak, kok. Makasih bunganya," ucapmu sambil menyunggingkan senyum indah.
"Gimana? Lo udah nggak sedih lagi?" tanya si lelaki berhidung lancip padamu. Tatapannya hangat, mungkin itulah yang membuat kamu selama ini bisa tersenyum kembali.
"Iya, gue sudah nggak apa-apa. Makasih sudah selalu ada buat gue." Kamu kembali menggurat senyum yang menenangkan.
Mungkin hati sudah bebas dari jerat sebuah luka. Kini, kamu dan lelaki yang diketahui namanya adalah Denis itu semakin hangat dalam lingkaran rasa abu-abu perlahan berwarna, dihiasi warna lain, hingga warni pun hadir. Warna-warni.
Tak butuh waktu lama bagimu mengusir sendu-sendu yang meracuni, tetapi bagaimana dengan kekasihmu? Bahkan, kamu belum pernah mengucapkan kalimat putus padanya. Kamu dan dia masih terikat hubungan, meski tidak seharmonis belakangan ini.
Kamu selalu pintar mengubah suasana hati, tetapi lupa bahwa kenang selalu bisa menikam kapan pun.
Kala kamu tertawa bersama dengan Denis di taman yang ditumbuhi ratusan pohon Cemara ini, ada hati yang terluka. Ada hati yang tersayat pilu. Ada hati yang sebelumnya berniat ingin menyudahi momen diam kalian, tapi sayang ia lagi-lagi tersayat luka dari pisau kenyataan. Di hadapannya adalah kamu yang telah berpaling dari dia. Di hadapannya adalah kamu yang akhirnya memberikan senyum dan tawa pada yang lain.
Kamu menoleh ke arah Aldo berpijak, yang kini diam akibat kenyataan yang dadakan menikamnya. Kamu melihat setitik cairan bening dari manik sipit kekasihmu, lantas berusaha untuk membuatnya tak bergerak dari pijakan. Sayangnya, kamu sudah terlalu kejam melukai. Kamu sudah mengabaikan dia yang setiap saat selalu memikirkan tentang bagaimana untuk membuat kamu terus bahagia bersamanya.
"Aldo!" Kamu berlari tak peduli dengan Denis.
Kamu mengejar sang kekasih. Sebuah kotak yang dibawanya, jatuh dan tergeletak di atas rerumputan.
"Aldo! Maafin gue!" teriakmu sekencang mungkin. Kamu tak mampu lagi mengejarnya, lantas berhenti. Menjongkok, menumpahkan segala sesal dan air mata yang lagi-lagi untuk kesekian kalinya memporak-poranda rasa.
"Maafin gue, Aldo. Maafin gue," ucapmu terus menangis.
Matamu menyadari sebuah benda kotak, terbungkus kertas kado indah berwarna merah muda, serta bergambar Hello Kitty kesukaanmu. Kamu ambil benda itu perlahan, membukanya, yang kamu lihat adalah sebuah cincin hasil jerih payah kekasihmu.
Bersama cincin cantik ada sebuah surat yang ditulis tangan kekasihmu.
'Maaf, Nela. Selama ini, bukannya aku tidak mengerti dengan perasaan kamu. Bukannya aku mengabaikan keinginan kamu. Bukannya aku ingin menyakiti perasaan kamu. Aku hanya sedang berusaha mencari penghidupan untuk diriku, mencari uang untuk meminangmu, menghalalkanmu, dan membuat kita bahagia di pelaminan. Aku benar-benar ingin menikah, hidup bersamamu. Benar-benar ingin kamu sebagai pendamping hidupku. Benar-benar ingin memiliki beberapa anak bersamamu.
Aku minta maaf kalau ada perkataanku yang selalu menyakiti hatimu. Aku hanya manusia biasa yang bukan tanpa cacat, Nela. Hatiku sama dengan hatimu yang begitu rentan disakiti. Yang akan cemburu bila kamu dekat dengan lelaki lain, yang akan menangis bila kamu tidak memedulikan aku, yang akan marah bila suasana hatiku tidak sedang dalam kondisi baik.
Satu yang perlu kamu ketahui bahwa aku selalu berusaha membuatmu bahagia. Apa pun itu, aku siap berkorban demi kamu. Terima kasih sudah mau bertahan, Nela. Aku mencintai kamu.'
Membaca surat dari sang kekasih, hatimu semakin terpukul. Betapa teganya kamu menyakiti dia yang benar-benar tulus mencintai, bahkan berjuang untuk membawa kamu ke pelaminan bersamanya. Sempurna sudah, hatimu menghancurkan dirimu. Akalmu tumpul, kalah oleh rasa sesaat, membawa petaka selamanya.
Tentang Penulis
Imron Rosyadi yang bernama pena Momoy adalah seorang penulis sekaligus pemimpin redaksi di sebuah penerbit. Penulis yang terkenal dengan karya bukunya berjudul Paradoks Waktu ini mulai menulis di usia 15 tahun. Sampai saat ini, penulis sudah melahirkan 3 buku cetak dan beberapa ebook. Menulis karya dalam berbagai genre, termasuk fantasi dan horor, dan terutama romansa.Kritik dan saran ke penulis melalui akun media sosial:Ig: @momoy_official_