Cerpen Horor Ngeri Menjerit Takut Berjudul FEAR

Photo by Bartek Wojtas from Pexels


Judul: FEAR
Penulis: Momoy

“Tidak! Jangan! Jangaaaan!!” pekik seorang gadis bernama Rasya. Ia terbangun dari tidurnya. Dengan tergopoh-gopoh kedua orang tua Rasya berlari menuju kamar gadis berusia 15 tahun itu.

“Kamu tidak apa-apa, Nak?!” tanya wanita paruh baya yang merupakan ibu dari gadis bernama Rasya, seraya mengelus rambut anak semata wayangnya. Sedangkan sang ayah juga tampak begitu resah akan keadaan anak gadisnya yang semakin hari semakin menggila karena rasa takut.

“Sudah, Nak! Ayah dan Bunda sekarang sudah bersama kamu. Semuanya baik-baik saja,” ucap sang ayah mencoba menenangkan putri tersayangnya.

“Rasya takut, Yah, Bunda! Jangan tinggalkan Rasya sendirian. Rasya takut!” tampak begitu jelas mimik wajah ketakutan gadis itu. Air matanya jatuh membasahi pipi.

***

Setiap orang memiliki rasa takut di dalam diri masing-masing. Entah itu takut kepada serangga, hewan, ketinggian, atau sesuatu yang mengerikan. Rasa takut itu terkadang bisa datang pada seseorang kapan pun dan di mana pun. Rasa takut yang berlebihan dikenal sebagai phobia. Dan itulah yang saat ini dialami oleh Rasya.

Pada awalnya, gadis kelas 3 SMP itu tidak demikian. Entah apa yang telah membuatnya menjadi yang sekarang ini. Ia juga anak yang cukup ceria dan normal-normal saja. Tetapi, kini saat kegelapan mulai tiba, Rasya selalu was-was. Ia takut akan kegelapan malam. Menurut pengakuannya pada sang ayah dan ibu, selalu ada orang asing dengan jubah hitam yang menghantui mimpi-mimpinya.

Hari itu Rasya sudah pulang sekolah. Karena sudah semester dua, maka siswa-siswi di SMP desa Sayang Ibu dijadwalkan pulang pada pukul 5 sore.

Rasya menanti jemputan di depan gerbang sekolah. Tatap matanya menunjukkan suatu kecemasan. Dan tak henti-hentinya menolehkan pandangan ke kiri dan kanan. Kenapa? Itu karena sang ayah belum kunjung datang menjemput. Sudah 45 menit berlalu juga tidak kunjung datang. Biasanya, sang ayah selalu menunggu sebelum kepulangan anaknya. Namun, entah apa yang terjadi di hari ini, ayah belum juga menunjukkan diri.

‘Ayah! Ayah di mana, sih? Sebentar lagi kan jam 6 sore!’ gerutu Rasya.

Ia cemas kegelapan malam akan menangkapnya.

Jam di tangan Rasya sudah berbunyi, dan itu menandakan bahwa jarum jam sudah menunjukkan jam 6 tepat. Kecemasan di keningnya semakin jelas terlihat. Detak jantung gadis manis memompa lebih cepat dari biasanya. Aliran darahnya mengalir. Terasa begitu jelas. Rasya bergeming tanpa kenal lelah di pijakkannya.

Sementara waktu terus berlalu. Kumandang adzan pun sudah terdengar jelas di telinga.

‘Ya, Allah! Tolong Rasya! Jangan biarkan dia datang!’

Gemuruh resah di dalam hati terus menyibakkan rasa takut. Jalan raya desa Sayang Ibu sudah semakin sepi. Hampir tidak ada kendaraan yang melintas.

Ketika kumandang adzan telah berakhir, gadi itu semakin tertelan rasa takut. Tatap matanya hampa. Meski ada banyak lampu penerang jalan, tetapi rasa takut tidak bisa diusir oleh perihal tersebut. Rasa takut tetaplah rasa takut.

Tak lama kemudian, entah seorang lelaki atau wanita, ia berjubah hitam dan berjalan perlahan dari timur gerbang sekolah menuju Rasya. Keringat dingin mulai berlomba-lomba keluar dari setiap bagian tubuh Rasya.

“T-tidak! J-jangan mendekat!” desis Rasya, dengan sekuat tenaga membendung rasa takutnya untuk kesekian kali.

Beberapa meter lagi si hantu berjubah sampai di hadapan Rasya. Demi meyelamatkan diri, Rasya berlari di sepanjang jalan. Sesekali ditolehkan pandangannya ke belakang. Tentu saja jalanan di desa Sayang Ibu sangat sepi. Di kiri dan kanan yang tampak hanya pemandangan gelap sawah dan ladang. Siapa yang akan menolongnya dalam keadaan demikian?

‘Jika keajaiban itu ada, maka bantulah Rasya, ya, Allah!’

Rasya terus-menerus mengguman di dalam hati. Sesekali mengutuk, menyalahkan dirinya yang begitu penakut.

Rasya telah lelah berlari. Napasnya tersengal menandakan sudah sampai pada batas kemampuan. Ia tertunduk, kemudian kedua tangan berada di lutut. Menolehkan pandangan lagi ke belakang. Hantu berjubah itu telah lenyap. Tak lagi mengejar Rasya.

“Ah, syukurlah, ya, Allah!” ucap Rasya dengan lega.

Kini ia berdiri tegap dan menghadapkan wajahnya ke depan, tetapi yang ia dapatkan, hantu berjubah telah muncul di hadapannya secara misterius. Rasya terperangah. Bergeming bagai batu karang di tepi pantai. Bola matanya melirik dari bawah ke atas. Ternyata selama ini dugaannya benar. Hantu itu bukanlah imajinasinya semata.

Rasya tak mampu menahan debaran jantungnya yang semakin menggebu meminta pertolongan. Pada akhirnya ia pingsan di tempat. Tak sadarkan diri.

***

Rembulan perlahan-lahan semakin meninggi. Awan-awan hitam menutup rembulan hingga tak ada celah bagi seberkas cahaya menyinari jagat. Meski begitu, masih ada para bintang yang tersebar di seluruh kubah langit. Walau cahayanya tak mampu seterang rembulan.

Lolongan anjing mulai terdengar ngeri. Seakan ditujukan untuk memberitahukan pada siapa pun bahwa malam ini kegelapan akan berkuasa.

Di sebuah ruangan gelap, terdapat sekelompok orang tertunduk dengan jubah hitam. Tangan kanan membawa sebuah kitab misterius, sedangkan tangan kiri diangkat setinggi dagu. Orang-orang misterius berderet melingkari seorang gadis dengan seragam SMP.

Gadis itu tak lain adalah Rasya. Gadis beberapa saat yang lalu tengah pingsan karena tak mampu menahan rasa takutnya.

Alunan doa orang-orang berjubah perlahan-lahan terdengar sayup di kedua telinga Rasya sampai akhirnya ia tersadar. Kedua matanya terbuka secara perlahan, namun ia terperangah dipenuhi kebingungan.

‘Aku di mana?’

Batin gadis itu. Secara perlahan menolehkan pandangan pada lilin-lilin mungil yang mengelilingi seluruh tubuhnya. Rasya mencoba bergerak, tetapi sayang tubuhnya terbelenggu seikat tali. Dilihatnya sekelompok orang berjubah, lalu rasa takut kembali menyapa kalbu.

Memang apa yang selama ini dilihat Rasya bukanlah khayalan. Namun, ia salah menduga bahwa orang-orang berjubah itu adalah hantu. Mereka juga manusia. Manusia yang terdoktrin di dalam suatu organisasi untuk mempersembahkan gadis perawan kepada sosok makhluk menyerupai iblis yang mereka sebut dengan ... Tuhan.

“Lepaskan aku! Lepaskan aku!” pekik Rasya, sembari mencoba melepaskan tali yang membelenggu seluruh tubuhnya.

“Hei! Dia sudah bangun. Apa yang harus kita lakukan?” Salah satu orang berjubah berbisik kepada kawan di sampingnya.

“Baiklah! Kita mulai saja upacara yang sesungguhnya.”

Orang berjubah tinggi mendekati Rasya dengan sebuah pisau di tangan.

“Jangan berontak! Ini demi kebaikan umat manusia!” ucap pria berjubah, kemudian dengan perlahan mengarahkan pisau di tengah-tengah dada Rasya.

“Tidak! Tidak! Jangan lakukan itu! JANGAN! DASAR SIALAN!” pekik Rasya, memaki penuh emosi. Ia terus berusaha melepaskan belenggu tubuhnya. Ia berontak.

“DIAM!”

“Tidak! Dasar biadab!”

Rasya tak terhentikan, seakan rasa takutnya telah berubah menjadi keberanian yang tak terhingga.
Usaha gadis itu tidak sia-sia. Tangan kirinya terlepas dari belenggu.

“Baiklah! Aku akan menyelesaikannya dengan cepat.”

Pria berjubah kembali mengarahkan pisau cemerlang itu di atas dada Rasya. Namun, dengan lugas Rasya merampas pisau, kemudian menggelindingkan tubuhnya. Menjauh dari pria berjubah.

“Jangan mendekat!” ancam Rasya, seraya mengacungkan pisau dengan tatapan ngeri. “Jika kalian mendekat! Aku tidak segan-segan membunuh kalian!”

“Membunuh kami?” ulang salah satu pria berjubah, kemudian tertawa terpingkal-pingkal. “Silahkan. Jika kamu mampu membunuh kami, silahkan saja!”

Kewaspadaan Rasya tidak berkurang secuil pun.

“Siapa kalian?!”

“Kami adalah orang yang akan menyelamatkan dunia! Kami adalah orang suci yang terpilih!”

“Bodoh! Mana ada orang suci seperti kalian yang mencoba membunuh seorang gadis!” tegas Rasya.

“Hei! Cepatlah, selesaikan! Dia hanya gadis ingusan! Cepat, bunuh dia!” perintah seorang pria yang sedari tadi sibuk dengan lantunan doanya.

Kemudian, Rasya kembali pingsan karena mendapatkan pukulan keras pada pundaknya.

Upacara penyembahan sekelompok orang berjubah kembali dilanjutkan. Pisau cemerlang kembali diacungkan tepat pada dada si gadis. Tetapi, ketika pisau tersebut sedikit lagi akan tertancap, “Jangan bergerak!”

Beberapa pihak berwajib menghentikan upacara, hingga akhirnya sekelompok orang berjubah diringkus oleh polisi.

“Sayang!” Seorang wanita paruh baya berlari menuju Rasya. Kerutan di wajahnya menandakan kecemasan seorang ibu pada anaknya.

Rasya membuka kedua mata, kemudian mendapati dirinya telah berada di dalam pelukan sang ibu. Begitu juga dengan sang ayah. Rasya memandang ayah yang sedang haru dan tersenyum pasrah.

“Maafkan kami, Nak. Kami terlambat,” ucap ayah penuh ketulusan.

“Tidak apa-apa, Yah. Rasya malah cemas karena mengira Ayah sedang dalam masalah.” Rasya beranjak.

“Sudah. Sekarang, tidak akan ada lagi yang akan membuat Rasya takut. Orang-orang itu sudah diringkus untuk selamanya,” ucap ibu yang kemudian tersenyum penuh syukur.

Menurut pengakuan warga sekitar, orang-orang berjubah telah lama membuat resah warga di desa Sayang Ibu. Setiap malam, di rumah kecil itu, warga selalu mendengar berbagai jeritan mengerikan, serta alunan-alunan doa yang tidak wajar. Oleh karena itu, polisi telah menetapkan bahwa sekelompok orang berjubah adalah penganut ajaran sesat.

Hidup Rasya kini dipenuhi dengan tawa tanpa rasa takut. Hari-harinya berjalan seperti sedia kala. Kegelapan tidak lagi sempat membawanya dalam kecemasan. Kegelapan tidak lagi menangkap dan menyuntikkan rasa takut di dalam kalbunya.

***

Tentang Penulis

Imron Rosyadi yang bernama pena Momoy adalah seorang penulis sekaligus pemimpin redaksi di sebuah penerbit. Penulis yang terkenal dengan karya bukunya berjudul Paradoks Waktu ini mulai menulis di usia 15 tahun. Sampai saat ini, penulis sudah melahirkan 3 buku cetak dan beberapa ebook. Menulis karya dalam berbagai genre, termasuk fantasi dan horor, dan terutama romansa.
Kritik dan saran ke penulis melalui akun media sosial:
Ig: @momoy_official_

Marion D'rossi

Marion D’rossi, lahir pada 1 Januari 1995, adalah seorang penulis yang sejak kecil memiliki kecintaan mendalam terhadap dunia sastra. Ia telah menelurkan karya-karya dalam berbagai genre, mulai dari drama hingga petualangan, tetapi genre favoritnya adalah Thriller dan Fantasi, yang memungkinkan imajinasinya berkembang tanpa batas. Marion percaya bahwa setiap cerita memiliki kekuatan untuk menginspirasi, menghibur, dan membawa pembaca ke dunia yang penuh kejutan. Selain menulis, Marion juga berperan sebagai Manajer IT di MS Stories, sebuah platform modern yang menghubungkan penulis dan pembaca melalui novel digital. Di tengah kesibukannya, ia tetap menyempatkan waktu untuk mengasah keterampilan menulis, berinteraksi dengan komunitas sastra, dan membangun dunia imajinatif yang memikat. Bagi Marion, menulis bukan hanya profesi, tetapi juga cara untuk meninggalkan jejak dalam perjalanan hidup.

Posting Komentar

Bijaklah dalam berkomentar. Gunakan kata-kata yang sopan karena kita adalah bangsa yang beradab.

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak