Gaya Bahasa dan Sudut Pandang dalam Menulis Fiksi: Pilih Mana yang Paling Oke?

 

Photo by Life Of Pix from Pexels

Pengen nulis fiksi, cerpen, atau novel? Jangan lupa, kita harus pinter-pinter pilih sudut pandang, lho! Sudut pandang itu penting banget buat nyetir ceritanya. Jadi, siapa ya yang bakal jadi narator yang ceritain kisah kita? Aku sendiri yang menceritain atau ada narator lain yang nggak ikut berperan dalam kisah itu?

Sebelum kita mulai, tanyain diri kita dulu, "Siapa sih yang paling oke buat ceritain kisah ini?" Gara-gara sudut pandang yang kita pilih, suara naratifnya bakal jadi beda, dan ini penting banget.

Ada tiga jenis sudut pandang yang biasa dipakai dalam novel, yaitu sudut pandang orang pertama, orang kedua, dan orang ketiga. Sudut pandang orang kedua jarang banget dipakai, jadi kita skip aja. Jadi, tinggal PoV 1 dan PoV 3.

PoV 1 - Sudut Pandang Orang Pertama

Sudut pandang orang pertama tuh pas ceritanya kita pake "aku" sebagai penutur. Jadi, pembaca cuma ngeliat apa yang diliat oleh si narator, biasanya si tokoh utama. Tapi ada juga penulis yang pilih narator "aku" buat ngeceritain tentang temennya. Misalnya, Sherlock Holmes diceritain dari sudut pandang Watson, atau Nick Carraway yang ceritain tentang Gatsby.

Sudut pandang ini cocok banget buat novel yang nggak punya banyak tokoh dan fokus ceritanya cuma pada satu tokoh aja, misalnya novel-novel romansa. Pembaca bakal merasa deket banget sama tokoh karena rasanya kayak lagi ngobrol langsung sama dia. Plus, pembaca juga bisa ikutan merasain apa yang dirasain sama tokoh itu dan tahu apa yang dipikirin sama dia, juga apa yang lagi ada di kepalanya.

Tapi ya, ada kekurangannya juga. Kalo pake sudut pandang orang pertama, kita nggak bisa ceritain tempat atau adegan yang nggak pernah didatengin sama si tokoh utama (narator). Tapi nggak apa-apa, kita tetep bisa sampaikan informasi atau peristiwa yang lagi kejadian di luar si tokoh lewat dialog sama tokoh lain.

Contohnya gini, "Pagi sebelum kita resmi jadi suami istri, aku sempet ragu, nih. Gimana kalo dia bukan pasangan yang paling oke buat aku? Apa mungkin selama ini dia cuma pura-pura suka sama aku?" (si narator, aku, lagi ragu mau nikah).

PoV 3 - Sudut Pandang Orang Ketiga

Nah, PoV yang kedua ini sering banget dipakai dalam novel. Jadi, kita ceritain tokohnya pake "dia" atau "mereka". Pake sudut pandang ini, kita bisa ceritain tentang semua tokoh yang ngembangin ceritanya, kayak narator yang ada di langit nontonin semua yang terjadi sama tokoh-tokohnya. Tapi sayangnya, kalo pake sudut pandang ini, sering kali nggak bisa tau apa yang lagi dipikirin sama si tokoh.

Contohnya, "Malam sebelum pernikahannya, Lara inget semua kisah cinta yang gagal di masa lalu dan curhat ke sahabatnya, Jane. Tapi sebelum dia bisa banyak cerita, Jane langsung bilang kalo Lara nggak perlu mikirin masa lalu, karena esok hari, semua patah hati bakal terganti dengan kebahagiaan. Lara bakal bahagia sama cowok itu."

Eh, tapi ada beberapa macem lagi nih PoV 3:


1. Sudut Pandang Objektif

Jadi, si narator ini kayak pelapor berita. Dia nggak tahu isi hati atau pikiran si tokoh. Jadi, penulis cuma ngeliat dari luar aja. Biasanya pake sudut pandang objektif buat bikin aura misterius dari tokoh, karena pembaca cuma bisa liat dari luar aja. Tapi kalo sering-sering pake sudut pandang ini, pembaca bisa cepet bosan karena mereka mau deket sama tokoh.

Contohnya, "Gino bangun pukul dua pagi. Dia berdiri dan deketin lemari obat, trus ambil beberapa butir pil dan langsung ditelan. Setelah itu, dia berpakaian dan ngambil pistol dari lemari. Pistolnya dia sembunyiin di saku jasnya. Dengan cepet, dia turun tangga menuju pintu depan, nyalain mesin mobil, terus langsung jalan ke toko perhiasan."

Kalo dari deskripsi di atas, kita nggak bisa tau Gino mau ngapain ya. Tapi kita bisa nebak-nebak dari cerita yang dijelasin. Mungkin dia mau ngerampok toko perhiasan.

Tapi menurut aku, kalo pake sudut pandang objektif ini, nggak cocok buat nulis romance. Kan pembaca pengen rasain perasaan tokoh.

2. Sudut Pandang Objektif yang Dimodifikasi

Ada cara lain buat bikin pembaca lebih deket sama tokoh pake sudut pandang objektif. Meskipun narator nggak nyebutin dia tahu apa yang dipikirin si tokoh, tapi dia boleh ngasih tebak-tebakan atau nebak isi pikiran si tokoh.

Contohnya, "Aura terbangun dengan wajah lesu. Mungkin dia abis mimpi buruk, atau mungkin aja dia lagi flu. Tadi malam pas dia jalan sama Martin, anginnya kenceng banget dan dia nggak bawa jaket."

3. Sudut Pandang Orang Ketiga Serbatahu

Kalo pake sudut pandang ini, narator bisa ceritain apa yang ada di kepala si tokoh. Sudut pandang serbatahu ini populer banget di novel-novel zaman Victoria. Makanya, novelis Victorian sering pake sudut pandang ini buat bikin pembaca lebih ngerti masyarakat, soalnya bisa tau pikiran dan motif tiap tokohnya.

Contohnya, "Henry dateng pukul dua pagi, badannya kedinginan dan lemah. Catherine menyambutnya di pintu, mikir kalo suaminya keliatan kayak tikus yang abis tenggelam di got."

Gimana, jadi lebih deket sama tokohnya kan? Gampang banget buat ngertiin perasaan mereka.

4. Sudut Pandang Orang Ketiga Terbatas

Ini yang paling gampang dipake, khususnya buat penulis pemula. Jadi, kita punya hak buat masuk ke kepala cuma beberapa tokoh aja. Tokoh-tokoh penting yang dipilih ini disebut "viewpoint character".

Contohnya, novel The Good Daughter karya Karin Slaughter atau Big Little Lies karya Liane Moriarty.

Eh, boleh nggak sih dicampur-campur? Boleh aja, tapi ada tujuannya ya. Kalo cuma buat keliatan keren tapi malah bikin pembaca pusing, mending nggak usah. Contohnya, Human Acts karya Han Kang pake tiga sudut pandang sekaligus (PoV 1, 2, dan 3), tapi tetep keren. Syaratnya, pake satu sudut pandang dalam satu bab atau satu bagian aja biar pembaca nggak bingung.

Terus, kalo pilih PoV 1, jangan sampe ada sudut pandang bocor (tiba-tiba ceritain tokoh yang bukan narator).

Semoga bermanfaat, ya!

Marion D'rossi

Marion D’rossi, lahir pada 1 Januari 1995, adalah seorang penulis yang sejak kecil memiliki kecintaan mendalam terhadap dunia sastra. Ia telah menelurkan karya-karya dalam berbagai genre, mulai dari drama hingga petualangan, tetapi genre favoritnya adalah Thriller dan Fantasi, yang memungkinkan imajinasinya berkembang tanpa batas. Marion percaya bahwa setiap cerita memiliki kekuatan untuk menginspirasi, menghibur, dan membawa pembaca ke dunia yang penuh kejutan. Selain menulis, Marion juga berperan sebagai Manajer IT di MS Stories, sebuah platform modern yang menghubungkan penulis dan pembaca melalui novel digital. Di tengah kesibukannya, ia tetap menyempatkan waktu untuk mengasah keterampilan menulis, berinteraksi dengan komunitas sastra, dan membangun dunia imajinatif yang memikat. Bagi Marion, menulis bukan hanya profesi, tetapi juga cara untuk meninggalkan jejak dalam perjalanan hidup.

Posting Komentar

Bijaklah dalam berkomentar. Gunakan kata-kata yang sopan karena kita adalah bangsa yang beradab.

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak